PERSPEKTIF.CO.ID - Dalam pandangan Islam, kehidupan seksual dalam pernikahan dianggap penting dan berkaitan dengan harmoni keluarga. Aktivitas seksual dianggap sebagai ibadah dan bagian dari nafkah batin, yang mencakup rasa sayang, perlindungan, dan cinta kasih antara suami dan istri.
Dalam hal menstruasi atau haid, wanita memiliki fase "libur" dari aktivitas seksual. Namun, pertanyaan muncul mengenai apakah istri boleh memuaskan suami dengan tangan (onani) atau dengan mulut (oral seks) selama fase ini.
Dalam tanggapannya, Buya Yahya menjelaskan beberapa pandangan terkait hal ini:
1. Haid dan Larangan Aktivitas Seksual: Selama haid, suami istri dilarang melakukan hubungan seksual yang melibatkan penetrasi melalui lubang depan (vagina). Hal ini dilarang baik saat haid maupun tidak haid. Penetrasi melalui lubang belakang (dubur atau sodomi) juga diharamkan.
2. Alternatif Selama Haid: Buya Yahya menyatakan bahwa selama haid, suami istri masih dapat melakukan aktivitas yang saling menyenangkan, seperti menyentuh rambut atau kuping pasangan. Namun, tetap diingatkan bahwa penetrasi ke area terlarang harus dihindari.
3. Oral Seks: Mengenai oral seks, Buya Yahya menyatakan bahwa jika istri melakukannya dengan nyaman dan tanpa paksaan dari suami, maka itu diperbolehkan. Namun, jika istri merasa terpaksa atau jijik, maka dilarang. Buya Yahya juga mengingatkan agar tidak ada yang masuk ke dalam perut karena cairan sebelum mani dianggap najis.
4. Kesadaran dan Kewaspadaan: Buya Yahya menekankan bahwa dalam semua aktivitas ini, istri harus memiliki kesadaran, kewaspadaan, dan kenyamanan. Suami juga tidak boleh memaksakan istri untuk melakukan sesuatu yang tidak nyaman baginya.
5. Inovasi dalam Hubungan: Buya Yahya juga menyarankan agar istri menjadi inovatif dalam memelihara hubungan intim dengan suami. Dia mengatakan bahwa seorang istri yang saleh dapat mencari cara kreatif untuk memuaskan suami selama periode tertentu seperti haid.
Dalam pandangan Buya Yahya, penting bagi pasangan suami istri untuk berkomunikasi, memahami batasan-batasan agama, dan menghormati kenyamanan dan kebutuhan masing-masing dalam kehidupan seksual mereka.