Syarat Usia Kerja Dikritik, Komisi IX Anggap Pemerintah Tak Perlu Urusi Ranah Privat

Syarat Usia Kerja Dikritik, Komisi IX Anggap Pemerintah Tak Perlu Urusi Ranah Privat

Rahmad Handoyo Anggota Komisi IX DPR RI.--

PERSPEKTIF.CO.ID - Komisi IX DPR RI menjadi sorotan dalam sidang Pengadilan Konstitusi (MK) terkait permohonan perihal pengujian materil Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

Pemohon, Leonardo Olefins Hamonangan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi diskriminasi dalam seleksi tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan seperti usia, jenis kelamin, atau etnis.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan bahwa Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai dengan penilaian yg wajar dan objektif.

“Dalam situasi di mana pemberi kerja dapat merekrut tenaga kerja tanpa melalui proses seleksi yang adil atau transparan, pemberi kerja dapat dengan mudah memanfaatkan keadaan tersebut untuk mengeksploitasi tenaga kerja dengan memberlakukan kondisi kerja yang tidak sesuai atau memberikan upah yang rendah. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan yang lebih besar dalam hubungan kerja,” ungkap Leonardo, Jakarta pada Rabu (15/05).

Pemohon juga menyoroti angka pengangguran di Indonesia yang dapat semakin meningkat akibat berlakunya norma tersebut, serta praktik-praktik syarat lowongan kerja yang dianggap diskriminatif.

“Itu adalah ranah Privat dari Perusahaan, Pemerintah tidak perlu mengurusi hal itu,” ungkap Rahmad Handoyo anggota Komisi IX DPR RI, Jakarta (15/05). 

Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan, permohonan akan disampaikan ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan apakah permohonan akan diputus tanpa sidang pleno atau diputus setelah adanya sidang pleno. 

Perdebatan ini menjadi sorotan publik karena kurangnya respon terhadap pemohon, mengingat pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam dunia kerja, serta perlunya revisi terhadap regulasi yang dapat meminimalisir praktik diskriminatif dalam proses rekrutmen dan hubungan kerja.

Sumber: